A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak tidak langsung
untuk disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan merupakan
penanggung pajak (konsumen akhir). Prinsip dasarnya adalah suatu pajak
yang harus dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi, tetapi
jumlah pajak yang terutang dibebankan kepada konsumen akhir yang memakai
produk tersebut.
B. Objek Pertambahan Nilai (PPN)
Adapun objek-objek yang dikenai PPN adalah sebagai berikut:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
- Impor Barang Kena Pajak
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atau Tidak Berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
C. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Nah
tarif PPN ini penting untuk diketahui supaya Anda sebagai pengusaha
dapat mengenakan PPN kepada konsumen dengan jumlah yang tepat.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar No. 42 tahun 2009, berikut adalah tarif
PPN:
- Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)
- Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
- Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
- Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
- Ekspos Jasa Kena Pajak - Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah
D. Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN
Nah
Wajib Pajak dalam hal ini yang melakukan pemungutan, penyetoran dan
pelaporan PPN disebut dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena
Pajak adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki jumlah
penjualan barang atau jasa lebih dari Rp4,8 M sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013.
Jadi bagi pengusaha yang jumlah penjualan barang atau jasanya belum
mencapai Rp4,8 M maka belum bisa dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak. Tetapi jika akhirnya jumlah penjualan barang atau jasanya sudah
melebihi Rp4,8 M maka pengusaha tersebut wajib melaporkannya sehingga
dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pelaporannya paling
lambat adalah akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya jumlah
penjualan barang atau jasa melebihi Rp4,8 M.
No comments:
Post a Comment