Pajak Penghasilan biasa disebut
dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh 25 25 adalah pajak yang
dikenakan untuk orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas
penghasilan yang didapat. Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, kemudian mengalami perubahan
berturut-turut, dari mulai Undang-Undang Nomor 7 & Tahun 1991,
Undang-Undang Nomor 10 & Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 &
Tahun 2000, dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 & Tahun 2008.
Di Indonesia, awalnya pajak
penghasilan diterapkan pada perusahaan perkebunan-perkebunan yang banyak
didirikan di Indonesia. Pajak tersebut dinamakan dengan Pajak Perseroan
(PPs). Pajak Perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap laba
perseroan dan diberlakukan pada tahun 1925. Setelah pajak dikenakan
hanya untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia,
berangsur-angsur akhirnya diterapkan pula pajak yang dikenakan untuk
perorangan atau karyawan yang bekerja di suatu perusahaan. Pada tahun
1932 misalnya, diberlakukan yang disebut dengan Ordonasi Pajak
Pendapatan. Ordonasi Pajak Pendapatan ini dikenakan untuk orang
Indonesia maupun orang yang bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki
pendapatan di Indonesia. Setelah itu pada tahun 1935 diberlakukan
Ordonasi Pajak Pajak Upah yang mengharuskan majikan memotong gaji atau
upah pegawai untuk membayar pajak atas gaji atau upah yang diterima.
Nah untuk saat ini bagaimanakah
Pajak Penghasilan diterapkan? Siapa saja yang menjadi subjek dan bukan
subjek pajak? Lalu apakah objek dari Pajak Penghasilan? Berikut
penjelasannya dikutip dari www.cermati.com :
A. Subjek Pajak
Adapun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang menjadi subjek pajak adalah sebagai berikut:
1. Subjek pajak pribadi
yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Subjek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari
seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan
pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
3. Subjek pajak badan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
- Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
- Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
- Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
- Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
B. Bukan Subjek Pajak
Kemudian setelah mengetahui siapa
saja yang menjadi subjek Pajak Penghasilan, maka kita juga perlu tahu
siapa sajakah yang termasuk kriteria bukan subjek pajak. Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, berikut yang bukan merupakan subjek pajak:
1. Badan Perwakilan Negara Asing
2. Pejabat perwakilan
diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik
3. Organisasi Internasional
yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia
ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tesebut tidak
melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
4. Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditertapkan
oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
C. Objek Pajak
Lalu apa sih sebenarnya objek
pajak dari PPh 25? Objek pajak PPh 25 adalah setiap tambahan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Objek pajak bisa
darimana asalnya juga baik yang berasal dari Indonesia maupun di luar
Indonesia. Objek pajak PPh 25 dihitung dalam satu tahun sehingga jika
dalam satu tahun tersebut wajib pajak mengalami kerugian maka pajaknya
akan dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali kerugiannya
terjadi di luar negeri. Namun jika ada penghasilan yang dikecualikan
atau mempunyai tarif pajak tersendiri maka jika mengalami kerugian tidak
dapat dikompensasikan dengan penghasilan lainnya yang memiliki tarif
pajak umum.
Kemudian setelah mengetahui subjek
pajak, bukan subjek pajak dan objek pajak PPh 25, maka bagaimanakah
menghitung PPh 25 yang harus ditanggung perorangan?
D. Langkah-langkah menghitung PPh 25 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 :
> Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung penghasilan bruto Anda setiap bulan.
Caranya, jumlahkan
saja penghasilan secara keseluruhan pada bulan berjalan, maksudnya
tidak hanya gaji pokok saja yang masuk dalam perhitungan namun juga
tunjangan-tunjangan lainnya bila ada, seperti tunjangan transport,
tunjangan perumahan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja, premi Jaminan
Kematian, premi asuransi kesehatan, dan tunjangan lainnya yang sifatnya
teratur. Selain itu, uang tambahan di luar gaji pokok juga ikut
dijumlahkan, seperti uang lembur, uang perjalanan dinas, bonus, uang
cuti, tunjangan hari raya, dan tunjangan lainnya. Jumlahkan semua, hasilnya nanti merupakan penghasilan bruto
pada bulan berjalan atau 1 bulan penghasilan.
> Langkah kedua adalah menemukan penghasilan bersih atau netto a selama satu bulan
Untuk menemukan penghasilan bersih
atau netto Anda selama satu bulan mudah saja. Anda hanya perlu
mengurangi penghasilan bruto pada bulan berjalan dengan
pengurangnya. Yang dimaksud pengurang disini, misalnya adalah biaya
jabatan (biasanya 5% dari gaji pokok), iuran pensiun (biasanya 2% dari
gaji pokok), iuran Jaminan Hari Tua (biasanya 2% dari gaji pokok).
>Langkah ketiga adalah menghitung penghasilan bersih atau netto selama satu tahun
Caranya mudah, kalikan 12 kali penghasilan bersih satu bulan.
>Langkah keempat adalah menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Bisa menghitungnya yaitu dengan
cara mengurangi penghasilan bersih
selama satu tahun yang sudah dihitung tadi dengan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). PTKP ini berbeda-beda, tergantung dari status wajib
pajak tersebut, antara yang belum kawin, kawin dan belum punya anak
(K-0), kawin dan punya anak 1 (K-1), kawin dan punya anak dua (K-2), dan
kawin dan punya anak 3 (K-3) berbeda-beda.
>Langkah kelima adalah menghitung PPh 25 yang harus dibayarkan
Setelah mengetahui PKP selama
satu tahun, tinggal mengkalikannya dengan Tarif PPh 25 yang
berlaku. Namun jika ingin mengetahui berapa PPh 25 per
bulannya, maka tinggal membagi total pajak setahun dengan 12.
Dengan mengetahui PPh 25 per bulan, maka bisa menghitung
penghasilan bersih setelah pajak dengan mengurangi penghasilan bersih pada bulan
berjalan dengan PPh 25 pada bulan berjalan.
No comments:
Post a Comment