I. PENDAHULUAN
Kewajiban untuk menghitung sendiri, menyetor dan
melaporkan PPh terutang merupakan implementasi dari sistem self
assessment yang dianut di Indonesia. Tidak terkecuali untuk Wajib
Pajak Badan. Pajak penghasilan badan dikenakan atas penghasilan kena
pajak setelah dilakukan koreksi fiskal. PPh Terutang dihitung dengan
mengalikan tarif pajak penghasilan dengan jumlah penghasilan kena
pajak.
Untuk mendorong berkembangnya
usaha kecil dan menengah, struktur tarif khususnya terkait PPh Badan
dirubah menjadi lebih sederhana. Dengan mengedepankan prinsip keadilan
dan peningkatan daya saing, pemerintah memberikan fasilitas berupa
pengurangan tarif.
II. KETENTUAN TARIF DAN FASILITAS PPH BADAN
a. | Pasal 17 ayat 1 huruf b
Pada
dasarnya tarif PPh Badan menganut tarif tunggal yaitu sebesar 28%.
Tarif ini berlaku pada tahun 2009 kemudian diturunkan menjadi 25% pada
tahun 2010. Tarif PPh Badan sebesar 25% efektif berlaku untuk tahun 2010
dan seterusnya. Tarif ini diterapkan kepada Wajib Pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap.
Contoh penghitungan:
Jumlah Peredaran Bruto Tahun 2015 Rp 54.000.000.000,-
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tahun 2015 Rp 4.000.000.000,-
PPh Badan Terutang = 25% x Rp 4.000.000.000,- = Rp Rp 1.000.000.000,-
|
b. | Pasal 17 ayat 2b
Tarif
ini diterapkan pada wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk
perseroan terbuka yang memperoleh pengurangan tarif sebesar 5% lebih
rendah dari tarif normal. Untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif
ini Wajib Pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang
disetor dicatat untuk diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
- Saham sebagaimana dimaksud point a harus dimiliki oleh paling sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak.
- Masing-masing
Pihak sebagaimana dimaksud dalam point b hanya boleh memiliki saham
kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang ditempatkan
dan disetor penuh
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183
(seratus delapan puluh tiga) hari kalender dalam jangka waktu 1 (satu)
Tahun Pajak.
Contoh penghitungan:
Pada
tahun 2015 saham PT. Y Tbk. yang disetor dicatat untuk diperdagangkan
dibursa efek di Indonesia sebesar 60%. Saham yang disetor dicatat untuk
diperdagangkan dibursa efek di Indonesia tersebut dimiliki oleh 400
pihak. Diantara 400 pihak, Masing-masing pihak persentase kepemilikannya
tidak melebihi 5%, Kondisi tersebut terjadi selama 190 (seratus
delapan puluh dua) hari dalam 1 (satu) tahun pajak.
PT. Y Tbk memenuhi syarat, sehingga PT. Y Tbk memperoleh fasilitas penurunan tarif.
Jumlah PKP dalam tahun pajak 2015 Rp 1, 25 Miliar
PPh yang terutang = (25% - 5%) x Rp1,25 Miliar = Rp 250 Juta
|
c | | Tarif PPh Wajib Pajak Tertentu
Wajib
Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
Ketentuan-ketentuan Pasal 31 E UU No. 36 tahun 2008 sebagai berikut :
a. | Fasilitas
pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang- Undang Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self
assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan, sehingga Wajib Pajak badan dalam negeri
tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas
tersebut. |
b. | Bentuk
usaha tetap merupakan subjek pajak luar negeri, sehingga tidak
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. |
c. | Batasan
peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri untuk dapat memperoleh
fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat
(1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. |
d. | Peredaran
bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau
diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah
dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:
1) | penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final; |
2) | penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan |
3) | penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. |
|
e. | Fasilitas
pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pilihan,
sehingga bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki akumulasi
peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak Penghasilan
yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan
dalam negeri tersebut wajib mengikuti ketentuan pengurangan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan. |
f. | Fasilitas
pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan ini berlaku untuk penghitungan Pajak
Penghasilan Terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari
penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final. |
g. | Untuk
menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan, Wajib Pajak
badan dalam negeri yang telah memenuhi persyaratan fasilitas
pengurangan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E
ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan wajib menggunakan tarif Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan. |
|
|
Ketentuan Perhitungan Pasal 31E: |
a. | Peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
PPh terutang = 50% x 25% x Seluruh PKP |
|
b. | Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000.000,- PPh terutang :
PKP dari bagian bruto yang memperoleh fasilitas:
Rp 4,8 Miliar x PKP
Peredaran Bruto
PKP dari bagian bruto yang tidak memperoleh fasilitas :
Keseluruhan PKP – PKP yang memperoleh fasilitas |
No comments:
Post a Comment