Indonesia menganut sistem pajak self-assessment, dimana warga negaranya sebagai wajib pajak (WP) diberi kebebasan untuk menghitung, menyetor dan melaporkanya atau melaporkan pajaknya sendiri ke kantor pajak atau sekarang melalui sistem pajak.
Terkait penghitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) khususnya PPh 21, ada baiknya terlebih kita ketahui apa-apa saja penghasilan yang menjadi penambah ataupun pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebagai dasar Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh 21 sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (3) PER 32/PJ/2015 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan 21 dan/atau Pajak Penghasilan 26 sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
* Pasal 21 ayat (3) UU PPh
Secara singkat disebutkan besaran PPh 21, Dalam Pasal 21 ayat (3) UU PPh :
“Penghasilan pegawai tetap
atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah
penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya
pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan,
iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.”
A. Faktor Penambah Penghasilan Kena Pajak
Untuk Faktor Penambah Penghasilan Kena Pajak (komponen Penghasilan Bruto), tidak begitu susah diperhitungkan karena hampir seluruh komponen penghasilan bruto masuk sebagai penambah PKP. Namun ada beberapa biaya yang perlu disesuaikan yang banyak menjadi pertanyaan para wajib pajak, yakni premi asuransi.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, antara lain diatur bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak Yang bersangkutan. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Berdasar ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan Pemberi Kerja pada formulir 1770-I halaman 1 Bagian A Nomor 3 huruf a adalah Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai pemberi kerja yang membayar atau menanggung premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa untuk pegawainya.
2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai pemberi kerja yang melakukan pembayaran premi asuransi untuk pegawainya tersebut sebagaimana dimaksud pada huruf a, boleh membebankannya sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena pajak dan bagi pegawai yang bersangkutan premi asuransi dimaksud merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
3. Dalam hal pembayaran premi asuransi tersebut pada huruf a belum dibebankan sebagai biaya oleh Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai pemberi kerja, maka dapat dilakukan penyesuaian fiskal negatif oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemberi kerja tersebut.
1. Yang dimaksud dengan Pemberi Kerja pada formulir 1770-I halaman 1 Bagian A Nomor 3 huruf a adalah Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai pemberi kerja yang membayar atau menanggung premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa untuk pegawainya.
2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai pemberi kerja yang melakukan pembayaran premi asuransi untuk pegawainya tersebut sebagaimana dimaksud pada huruf a, boleh membebankannya sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena pajak dan bagi pegawai yang bersangkutan premi asuransi dimaksud merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
3. Dalam hal pembayaran premi asuransi tersebut pada huruf a belum dibebankan sebagai biaya oleh Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai pemberi kerja, maka dapat dilakukan penyesuaian fiskal negatif oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemberi kerja tersebut.
B. Faktor Pengurang Penghasilan Kena Pajak
1. Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah istilah perpajakan dalam hal ini tentang PPh 21
pribadi. Biaya jabatan merupakan persentasi asumsi pihak perpajakan
bahwa sebagai seorang pekerja / karyawan pasti memiliki pengeluaran
(biaya) selama setahun pasti dalam hubungannya dengan pekerjaannya dan
karena itu, pihak perpajakan menetapkan biaya jabatan dikenakan tarif
tetap 5% dikali penghasilan bruto setahun. Dan setinggi-tingginya 6 juta
(setahun) atau 500 ribu (sebulan) sesuai peraturan terbaru).
Atau dalam pengertian lain, biaya jabatan adalah biaya untuk
mendapatkan, menagih , dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya 6 juta setahun. Dalam Undang
–undang PPh pasal 21 untuk pegawai tetap sebagaimana diatur dalam pasal
21 ayat (3) undang –undang pajak penghasilan. Jadi setiap pegawai tetap
berhak untuk mendapatkan pengurangan ini. Istilah jabatan tidak merujuk
pada pengertian jabatan formal tertentu dalam perusahaan atau instansi.
Dari staf biasa sampai direktur utama berhak mendapatkan pengurang biaya
jabatan ini. Besarnya biaya jabatan dapat dibaca di PMK 250/PMK.03/2008
- Jika pada awal tahun sudah berstatus pegawai tetap, maka biaya jabatan dihitung dari bulan Januari sd. Akhir tahun saat yang bersangkutan berhenti bekerja
- Jika seorang baru diangkat sebagai pegawai tetap dalam tahun Takwim, maka biaya jabatan dihitung sejak bulan pengangkatan sampai akhir tahun atau status berhenti bekerja.
- Jika seorang berhenti bekerja dalam tahun takwim, maka biaya jabatan dihitung dari bulan Januari s.d. bulan saat yang bersangkutan berhenti bekerja.
2. Iuran Pensiun
Dalam pasal 10 ayat (3) huruf d PER 32/PJ/2015 ditegaskan bahwa iuran
yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan
dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Dalam pengertian iuran pensiun termasuk juga iuran tunjangan hari tua atau tabungan hari tua
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PTKP adalah besarnya penghasilan yang jadi batasan tidak kena pajak bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
jumlahnya dibawah PTKP, ia tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan PPh
Pasal 25/29. Bila statusnya adalah sebagai pegawai atau penerima
penghasilan sebagai objek dari Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak
akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.
Tarif PTKP terbaru untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PMK No. 101/PMK.010/2016 adalah :
- Rp 54.000.000, untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
- Rp 4.500.000, tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
- Rp 54.000.000, untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
- Rp 4.500.000, tambahan bagi setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda garis keturunan lurus dan anak angkat yang jadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Maksud dari keluarga sedarah adalah masih garis keturunan lurus
satu derajat seperti ayah, ibu dan anak. Sedangkan yang dimaksud dengan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat yaitu mertua
dan anak tiri, dan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke
samping adalah ipar.
Keluarga sedarah dan juga semenda garis keturunan lurus, yang jadi tanggungan adalah
orang tua, mertua, anak kandung, atau anak angkat berhak dapat PTKP
maksimal 3 orang untuk tiap keluarga. Dan yang dimaksud dengan menjadi
tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai
penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Penerapan PTKP Baru PMK Nomor 101/PMK.010/2016
Penerapan PTKP Tahun 2016 per tahun adalah sebagai berikut:
1) PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Istri Tidak Bekerja/Tidak Memiliki Usaha
- K/0 = Rp. 58.500.000,-
- K/1 = Rp. 63.000.000,-
- K/2 = Rp. 67.500.000,-
- K/3 = Rp. 72.000.000,-
Penjelasan (istri yang tidak bekerja):
- K/0 : Kawin tidak ada tanggungan Rp. 58.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000)
- K/1: Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan Rp. 63.000.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000)
- K/2: Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan Rp. 67.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000)
- K/3: Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan Rp. 72.000.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000)
2) PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (Kawin/Tidak Kawin)
- TK/0 = Rp. 54.000.000,-
- TK/1 = Rp. 58.500.000,-
- TK/2 = Rp. 63.000.000,-
- TK/3 = Rp. 67.500.000,-
Penjelasan:
- Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan).
- TK/0: Tidak Kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar Rp. 54.000.000
- TK/1: Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan PTKP sebesar Rp. 58.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000).
- TK/2: Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan PTKP sebesar Rp. 63.000.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000 +Rp. 4.500.000).
- TK/3: Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan PTKP sebesar Rp. 67.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000).
3) PTKP untuk Laki-Laki Kawin Istri Bekerja/Usaha
- K/I/0 = Rp. 112.500.000,-
- K/I /1 = Rp. 117.000.000,-
- K/I /2 = Rp. 121.500.000,-
- K/I /3 = Rp. 126.000.000,-
Penjelasan (Istri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha):
- PTKP untuk istri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau istri yang memiliki usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami)
- K/I/0 = Kawin Istri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan 112.500.000 (54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000)
- K/I/1 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan 117.000.000 (54.000.000 + 54.000.000+4.500.000 +4.500.000)
- K/I/2 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan 121.500.000 (54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000+ 4.500.000)
- K/I/3 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan
126.000.000 (54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000 +
4.500.000)
SECARA RINGKAS BERIKUT DIRINCI MENGENAI PREMI ASURANSI DAN IURAN PENSIUN PENGARUHNYA TERHADAP PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) :
Premi asuransi terbagi 2 :
1. Premi asuransi di bayarkan oleh perusahaan/pemberi kerja : akan berfungsi sebagai penambah Penghasilan Bruto
2. Premi asuransi di bayarkan sendiri oleh Wajib Pajak (WP) : tidak berpengaruh pada perhitungan PPh Pasal 21
Iuran pensiun / Tunjangan Hari Tua (THT )
1. Iuran Pensiun yang di bayarkan oleh perusahaan : tidak berpengaruh terhadap perhitungan PPh Pasal 21
2. Jika di bayar sendiri oleh WP : akan berfungsi untuk mengurangi Penghasilan Bruto.
No comments:
Post a Comment