February 2018 - AKUNTAN INDEPENDEN

Friday 23 February 2018

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) - Pengertian Pajak Pertambahan Nilai dan Dasar Hukumnya

February 23, 2018 0
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) - Pengertian Pajak Pertambahan Nilai dan Dasar Hukumnya
Image result for ppn

 

A.  Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak tidak langsung untuk disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan merupakan penanggung pajak (konsumen akhir). Prinsip dasarnya adalah suatu pajak yang harus dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi, tetapi jumlah pajak yang terutang dibebankan kepada konsumen akhir yang memakai produk tersebut.



B. Objek Pertambahan Nilai (PPN)

Adapun objek-objek yang dikenai PPN adalah sebagai berikut:
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
  2. Impor Barang Kena Pajak
  3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  4. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  5. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atau Tidak Berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)


C. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Nah tarif PPN ini penting untuk diketahui supaya Anda sebagai pengusaha dapat mengenakan PPN kepada konsumen dengan jumlah yang tepat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar No. 42 tahun 2009, berikut adalah tarif PPN:
  1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)
  2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
    - Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
    - Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
    - Ekspos Jasa Kena Pajak
  3. Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah


D. Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN

Nah Wajib Pajak dalam hal ini yang melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN disebut dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki jumlah penjualan barang atau jasa lebih dari Rp4,8 M sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013. Jadi bagi pengusaha yang jumlah penjualan barang atau jasanya belum mencapai Rp4,8 M maka belum bisa dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Tetapi jika akhirnya jumlah penjualan barang atau jasanya sudah melebihi Rp4,8 M maka pengusaha tersebut wajib melaporkannya sehingga dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pelaporannya paling lambat adalah akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya jumlah penjualan barang atau jasa melebihi Rp4,8 M.

Klasifikasi Bumi dan Bangunan dan Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan

February 23, 2018 0
Klasifikasi Bumi dan Bangunan dan Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Untuk memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan atau bangunan perlu diketahui pengelompokan objek pajak menurut nilai jualnya, tarif, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Pengelompokan Objek Pajak menurut nilai jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi tanah (bumi) dan bangunan.


Klasifikasi, Penggolongan, dan Ketentuan Nilai Jual Bumi Kelompok A
Kelas Penggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Nilai Jual (Rp/M2)
1 2 3
1 > 3.000.000 s/d 3.200.000 3.100.000
2 > 2.850.000 s/d 3.000.000 2.925.000
3 > 2.708.000 s/d 2.850.000 2.779.000
4 > 2.573.000 s/d 2.708.000 2.640.000
5 > 2.444.000 s/d 2.573.000 2.508.000
6 > 2.261.000 s/d 2.444.000 2.352.000
7 > 2.091.000 s/d 2.261.000 2.176.000
8 > 1.934.000 s/d 2.091.000 2.013.000
9 > 1.789.000 s/d 1.934.000 1.862.000
10 > 1.655.000 s/d 1.789.000 1.722.000
11 > 1.490.000 s/d 1.655.000 1.573.000
12 > 1.341.000 s/d 1.490.000 1.416.000
13 > 1.207.000 s/d 1.341.000 1.274.000
14 > 1.086.000 s/d 1.207.000 1.147.000
15 > 977.000 s/d 1.086.000 1.032.000
16 > 855.000 s/d 977.000 916.000
17 > 748.000 s/d 855.000 802.000
18 > 655.000 s/d 748.000 702.000
19 > 573.000 s/d 655.000 614.000
20 > 501.000 s/d 573.000 537.000
21 > 426.000 s/d 501.000 464.000
22 > 362.000 s/d 426.000 394.000
23 > 308.000 s/d 362.000 335.000
24 > 262.000 s/d 308.000 285.000
25 > 223.000 s/d 262.000 243.000
26 > 223.000 s/d 262.000 243.000
27 > 178.000 s/d 223.000 200.000
28 > 142.000 s/d 178.000 160.000
29 > 142.000 s/d 142.000 128.000
30 > 91.000 s/d 114.000 103.000
31 > 73.000 s/d 91.000 82.000
32 > 55.000 s/d 73.000 64.000
33 > 41.000 s/d 55.000 48.000
34 > 31.000 s/d 41.000 36.000
35 > 23.000 s/d 31.000 27.000
36 > 17.000 s/d 23.000 20.000
37 > 12.000 s/d 17.000 14.000
38 > 8.400 s/d 12.000 10.000
39 > 5.900 s/d 8.400 7.150
40 > 4.100 s/d 5.900 5.000
41 > 2.900 s/d 4.100 3.500
42 > 2.000 s/d 2.900 2.450
43 > 1.400 s/d 2.000 1.700
44 > 1.050 s/d 1.400 1.200
45 > 760 s/d 1.050 910
46 > 550 s/d 760 660
47 > 410 s/d 550 480
48 > 310 s/d 410 350
49 > 240 s/d 310 270
50 > 170 s/d 240 200
  > 170 140


Klasifikasi, Penggolongan, dan Ketentuan Nilai Jual Bumi Kelompok B
Kelas Penggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Nilai Jual (Rp/M2)
1 2 3
1 > 67.390.000 s/d 69.700.000 68.545.000
2 > 65.120.000 s/d 67.390.000 66.255.000
3 > 62.890.000 s/d 65.120.000 64.000.000
4 > 60.700.000 s/d 62.890.000 61.795.000
5 > 58.550.000 s/d 60.700.000 59.625.000
6 > 56.440.000 s/d 58.550.000 57.495.000
7 > 54.370.000 s/d 56.440.000 55.405.000
8 > 52.340.000 s/d 54.370.000 53.355.000
9 > 50.350.000 s/d 52.340.000 51.345.000
10 > 48.400.000 s/d 50.350.000 49.375.000
11 > 46.490.000 s/d 48.400.000 47.445.000
12 > 44.620.000 s/d 46.490.000 45.555.000
13 > 42.790.000 s/d 44.620.000 43.705.000
14 > 44.000.000 s/d 42.790.000 41.895.000
15 > 39.250.000 s/d 41.000.000 40.125.000
16 > 37.540.000 s/d 39.250.000 38.395.000
17 > 35.870.000 s/d 37.540.000 36.705.000
18 > 34.240.000 s/d 35.870.000 35.055.000
19 > 32.650.000 s/d 34.240.000 33.445.000
20 > 31.100.000 s/d 32.650.000 31.875.000
21 > 29.590.000 s/d 31.100.000 30.345.000
22 > 28.120.000 s/d 29.590.000 28.855.000
23 > 26.690.000 s/d 28.120.000 27.405.000
24 > 25.300.000 s/d 26.690.000 25.995.000
25 > 23.950.000 s/d 25.300.000 24.625.000
26 > 22.640.000 s/d 23.950.000 23.295.000
27 > 21.370.000 s/d 22.640.000 22.005.000
28 > 20.140.000 s/d 21.370.000 20.755.000
29 > 18.950.000 s/d 20.140.000 19.545.000
30 > 17.800.000 s/d 18.950.000 18.375.000
31 > 16.690.000 s/d 17.800.000 17.245.000
32 > 15.620.000 s/d 16.690.000 16.155.000
33 > 14.590.000 s/d 15.620.000 15.105.000
34 > 13.600.000 s/d 14.590.000 14.095.000
35 > 12.650.000 s/d 13.600.000 13.125.000
36 > 11.740.000 s/d 12.650.000 12.195.000
37 > 10.870.000 s/d 11.740.000 11.305.000
38 > 10.040.000 s/d 10.870.000 10.455.000
39 > 9.250.000 s/d 10.040.000 9.645.000
40 > 8.500.000 s/d 9.250.000 8.875.000
41 > 7.790.000 s/d 8.500.000 8.145.000
42 > 7.120.000 s/d 7.790.000 7.455.000
43 > 6.490.000 s/d 7.120.000 6.805.000
44 > 5.900.000 s/d 6.490.000 6.195.000
45 > 5.350.000 s/d 5.900.000 5.625.000
46 > 4.840.000 s/d 5.350.000 5.095.000
47 > 4.370.000 s/d 4.840.000 4.605.000
48 > 3.940.000 s/d 4.370.000 4.155.000
49 > 3.550.000 s/d 3.940.000 3.745.000
50 > 3.200.000 s/d 3.550.000 3.375.000


Klasifikasi, Penggolongan, dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan Kelompok A
Kelas Penggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Nilai Jual (Rp/M2)
1 2 3
1 > 1.034.000 s/d 1.366.000 1.200.000
2 > 902.000 s/d 1.034.000 968.000
3 > 744.000 s/d 902.000 823.000
4 > 656.000 s/d 744.000 700.000
5 > 534.000 s/d 656.000 595.000
6 > 476.000 s/d 534.000 505.000
7 > 382.000 s/d 476.000 429.000
8 > 348.000 s/d 382.000 365.000
9 > 272.000 s/d 348.000 310.000
10 > 256.000 s/d 272.000 264.000
11 > 194.000 s/d 256.000 225.000
12 > 188.000 s/d 194.000 191.000
13 > 136.000 s/d 188.000 162.000
14 > 128.000 s/d 136.000 132.000
15 > 104.000 s/d 128.000 116.000
16 > 92.000 s/d 104.000 98.000
17 > 74.000 s/d 92.000 83.000
18 > 68.000 s/d 74.000 71.000
19 > 52.000 s/d 68.000 60.000
20 > 52.000 50.000


Klasifikasi, Penggolongan, dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan Kelompok B
Kelas Penggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Nilai Jual (Rp/M2)
1 2 3
1 > 14.700.000 s/d 15.800.000 15.250.000
2 > 13.600.000 s/d 14.700.000 14.150.000
3 > 12.550.000 s/d 13.600.000 13.075.000
4 > 11.550.000 s/d 12.550.000 12.050.000
5 > 10.600.000 s/d 11.550.000 11.075.000
6 > 9.700.000 s/d 10.600.000 10.150.000
7 > 8.850.000 s/d 9.700.000 9.275.000
8 > 8.050.000 s/d 8.850.000 8.450.000
9 > 7.300.000 s/d 8.050.000 7.675.000
10 > 6.600.000 s/d 7.300.000 6.950.000
11 > 5.850.000 s/d 6.600.000 6.225.000
12 > 5.150.000 s/d 5.850.000 5.500.000
13 > 4.500.000 s/d 5.150.000 4.825.000
14 > 3.900.000 s/d 4.500.000 4.200.000
15 > 3.350.000 s/d 3.900.000 3.625.000
16 > 2.850.000 s/d 3.350.000 3.100.000
17 > 2.400.000 s/d 2.850.000 2.625.000
18 > 2.000.000 s/d 2.400.000 2.200.000
19 > 1.666.000 s/d 2.000.000 1.833.000
20 > 1.366.000 s/d 1.666.000 1.516.000


Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Mulai 1 Januari 2001 NJOPTKP untuk setiap daerah ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- untuk tiap Wajib Pajak (WP). Apabila WP mempunyai lebih dari satu Objek Pajak maka yang mendapatkan NJOPTKP hanya satu objek, yaitu yang nilainya paling tinggi.


Tarif Pajak Bumi Dan Bangunan

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas Objek Pajak adalah tarif tunggal yaitu sebesar 0,5%.


Persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :
  1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
  2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
  3. Objek pajak pertambangan adalah 40%
  4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
    • apabila NJOP-nya ≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
    • apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

Penerapan Klasifikasi Bumi dan/atau Bangunan Dalam Penghitungan PBB

Contoh :
Objek perumahan:
  • Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2. Nilai jual tanah tersebut termasuk kelas A 17 dengan nilai jual Rp 802.000,- /m2
  • Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas A 2 dengan nilai jual Rp 968.000,- /m2
Penghitungan PBB-nya :
  • Jumlah NJOP bumi 1.000 x Rp 802.000,- = Rp 802.000.000,-
  • Jumlah NJOP Bangunan 400 x Rp 968.000,- = Rp 387.200.000,-
  • NJOP sbg dasar pengenaan = Rp 1.189.200.000,-
  • NJOPTKP = Rp12.000.000,-
  • NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.177.200.000,-
  • NJKP 40% x Rp 1.177.200.00 = Rp 470.880.000,-
  • PBB yang terutang 0,5% x Rp 470.480.000,- = Rp 2.354.400,- (Dua juta tiga ratus lima puluh empat ribu empat ratus rupiah)





Thursday 22 February 2018

Faktor Penghitungan, Dasar Pengenaan, Dasar Perhitungan, Tarif, dan Tempat Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

February 22, 2018 0
Faktor Penghitungan, Dasar Pengenaan, Dasar Perhitungan, Tarif, dan Tempat Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Related image 




A. Faktor Penghitungan Pajak PBB Terhutang
 
Dalam menghitung Pajak PBB terhutang, berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi dalam perhitungannya.

1. Tarif Pajak

Tarif PBB mempunyai tarif tunggal (single tariff) sebesar 0,5% yang berlaku sejak Undang-undang PBB tahun 1985 sampai dengan sekarang.


2. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).  NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota
  • NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat transaksi secara wajar, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti.
  • NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.

* Pendekatan Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan (Pajak PBB)
  1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)

    • Pendekatan Data Pasar adalah suatu metode perhitungan NJOP dengan cara membandingkan antara objek pajak yang sejenis dengan objek lain yang telah diketahui harga pasarnya.
    • Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah, namun dapat juga digunakan untuk menentukan NJOP bangunan.
  1. Pendekatan Biaya (Cost Approach)

    • Pendekatan Biaya adalah suatu metode perhitungan NJOP dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis dikurangi dengan penyusutannya.
    • Umumnya, pendekatan biaya digunakan untuk menentukan NJOP bangunan.
  1. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

    • Pendekatan Pendapatan adalah suatu metode perhitungan NJOP dengan cara mengkapitalisasikan pendapatan satu tahun dari objek pajak yang bersangkutan.
    • Biasanya, pendekatan pendapatan diterapkan untuk objek pajak yang dibangun untuk menghasilkan pendapatan, seperti hotel, gedung perkantoran yang disewakan, dan sebagainya.
    • Pendekatan ini juga digunakan sebagai alat penguji terhadap nilai yang dihasilkan pendekatan lainnya.


* Cara Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan (Pajak PBB)
  1. Penilaian Massal (Mass Appraisal)

    • NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT).
    • NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB).
    • Perhitungan penilaian massal dilakukan dengan menggunakan komputer (Computer Assisted Valuation/CAV)
  1. Penilaian Individual (Individual Appraisal)

    • Objek pajak bumi yang nilainya di atas Rp3.200.000 meter persegi.
    • Objek pajak bangunan yang nilainya di atas Rp 1.366.000 meter persegi.
    • Objek pajak yang nilai jualnya Rp500.000.000 atau lebih.
    • Objek pajak tertentu, seperti rumah mewah, pompa bensin, jalan tol, lapangan golf, objek rekreasi, usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.


3. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
  • NJKP adalah nilai jual yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
  • Besarnya persentase NJKP :

    • Objek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan adalah 40%
    • Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) :
      • apabila NJOP-nya ≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
      • apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

4. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
  • Di dalam pengenaan PBB terdapat suatu batas nilai yang tidak dikenakan pajak yang disebut Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
  • Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota, ditetapkan oleh Kepala Kanwil Ditjen Pajak atas nama Menteri Keuangan berdasarkan pendapat Pemda setempat.
  • Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 ditetapkan batas NJOPTKP maksimum sebesar Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah) per Wajib Pajak dan ditetapkan secara regional.


B. Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%

Rumus Penghitungan PBB

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

  • Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

  • Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)



C. Tempat Pembayaran PBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.


D. Saat Yang Menentukan Pajak Terutang

Saat yang menentukan pajak terutang adalah adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal   1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh:
A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2010. Kewajiban PBB Tahun 2010 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 2011 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B. Perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.


Wednesday 21 February 2018

Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

February 21, 2018 0
Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Image result for pajak bumi dan bangunan


Berikut pengertian dan ketentuan umum mengenai Pajak Bumi dan Bangunan dikutip dari www.pajak.go.id.

Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi dan atau bangunan. Keadaan subjek tidak ikut menentukan besarnya pajak.

PBB dikenakan terhadap objek pajak berupa tanah dan atau bangunan yang didasarkan pada azas kenikmatan dan manfaat, dan dibayar setiap tahun. PBB pengenaannya didasarkan pada Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya PBB sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 mulai tahun 2010.


A. Objek PBB

Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
  1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
  2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.


B. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
  1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
  2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
  3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.


C. Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
  • mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
  • memiliki bangunan, dan atau;
  • menguasai bangunan, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bangunan

Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak

Apabila terjadi statu kejadian dimana satu objek pajak dimiliki/dikuasai oleh beberapa subjek pajak atau satu objek pajak belum diketahui dengan jelas siapakah wajib pajaknya, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah melihat perjanjian (agreement) antara para pihak yang berkepentingan terhadap objek pajak tersebut. Dalam perjanjian tersebut salah satu pasal biasanya membahas siapa yang akan melakukan kewajiban pembayaran pajak termasuk Pajak Bumi dan Bangunan. Apabila dalam perjanjian tidak disebutkan atau memang terjadi lebih dari satu yang memanfaatkan objek pajak sehingga belum diketahui siapa yang menjadi wajib pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajaknya (UU No. 12 tahun 1994 Pasal 4 ayat 3).

 

D. Cara Mendaftarkan Objek PBB

Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP atau KP2KP setempat.

 

Pajak Penghasilan : Pengertian dan Cara Menghitungnya

February 21, 2018 0
Pajak Penghasilan : Pengertian dan Cara Menghitungnya
Image result for pajak penghasilan



Pajak Penghasilan biasa disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh 25 25 adalah pajak yang dikenakan untuk orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang didapat. Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai Undang-Undang Nomor 7 & Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 & Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 & Tahun 2000, dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 & Tahun 2008.

Di Indonesia, awalnya pajak penghasilan diterapkan pada perusahaan perkebunan-perkebunan yang banyak didirikan di Indonesia. Pajak tersebut dinamakan dengan Pajak Perseroan (PPs). Pajak Perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan dan diberlakukan pada tahun 1925. Setelah pajak dikenakan hanya untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia, berangsur-angsur akhirnya diterapkan pula pajak yang dikenakan untuk perorangan atau karyawan yang bekerja di suatu perusahaan. Pada tahun 1932 misalnya, diberlakukan yang disebut dengan Ordonasi Pajak Pendapatan. Ordonasi Pajak Pendapatan ini dikenakan untuk orang Indonesia maupun orang yang bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki pendapatan di Indonesia. Setelah itu pada tahun 1935 diberlakukan Ordonasi Pajak Pajak Upah yang mengharuskan majikan memotong gaji atau upah pegawai untuk membayar pajak atas gaji atau upah yang diterima.

Nah untuk saat ini bagaimanakah Pajak Penghasilan diterapkan? Siapa saja yang menjadi subjek dan bukan subjek pajak? Lalu apakah objek dari Pajak Penghasilan? Berikut penjelasannya  dikutip dari www.cermati.com :

 

A. Subjek Pajak


Adapun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang menjadi subjek pajak adalah sebagai berikut:
1. Subjek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh     tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Subjek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
3. Subjek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
  • Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  • Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
  • Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
  • Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di   Indonesia.

 

B. Bukan Subjek Pajak



Kemudian setelah mengetahui siapa saja yang menjadi subjek Pajak Penghasilan, maka kita juga perlu tahu siapa sajakah yang termasuk kriteria bukan subjek pajak. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, berikut yang bukan merupakan subjek pajak:
1. Badan Perwakilan Negara Asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik
3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tesebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
4. Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditertapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.

 

C. Objek Pajak


Lalu apa sih sebenarnya objek pajak dari PPh 25? Objek pajak PPh 25 adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Objek pajak bisa darimana asalnya juga baik yang berasal dari Indonesia maupun di luar Indonesia. Objek pajak PPh 25 dihitung dalam satu tahun sehingga jika dalam satu tahun tersebut wajib pajak mengalami kerugian maka pajaknya akan dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali kerugiannya terjadi di luar negeri. Namun jika ada penghasilan yang dikecualikan atau mempunyai tarif pajak tersendiri maka jika mengalami kerugian tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lainnya yang memiliki tarif pajak umum.
Kemudian setelah mengetahui subjek pajak, bukan subjek pajak dan objek pajak PPh 25, maka bagaimanakah menghitung PPh 25 yang harus ditanggung perorangan?


D. Langkah-langkah menghitung PPh 25 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 : 



> Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung penghasilan bruto Anda setiap bulan.
Caranya, jumlahkan saja penghasilan secara keseluruhan pada bulan berjalan, maksudnya tidak hanya gaji pokok saja yang masuk dalam perhitungan namun juga tunjangan-tunjangan lainnya bila ada, seperti tunjangan transport, tunjangan perumahan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja, premi Jaminan Kematian, premi asuransi kesehatan, dan tunjangan lainnya yang sifatnya teratur. Selain itu, uang tambahan di luar gaji pokok juga ikut dijumlahkan, seperti uang lembur, uang perjalanan dinas, bonus, uang cuti, tunjangan hari raya, dan tunjangan lainnya. Jumlahkan semua, hasilnya nanti merupakan penghasilan bruto pada bulan berjalan atau 1 bulan penghasilan.

> Langkah kedua adalah menemukan penghasilan bersih atau netto a selama satu bulan
Untuk menemukan penghasilan bersih atau netto Anda selama satu bulan mudah saja. Anda hanya perlu mengurangi penghasilan bruto pada bulan berjalan dengan pengurangnya. Yang dimaksud pengurang disini, misalnya adalah biaya jabatan (biasanya 5% dari gaji pokok), iuran pensiun (biasanya 2% dari gaji pokok), iuran Jaminan Hari Tua (biasanya 2% dari gaji pokok).

>Langkah ketiga adalah menghitung penghasilan bersih atau netto selama satu tahun
Caranya mudah, kalikan 12 kali penghasilan bersih satu bulan.

>Langkah keempat adalah menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Bisa menghitungnya yaitu dengan cara mengurangi  penghasilan bersih  selama satu tahun yang sudah dihitung tadi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP ini berbeda-beda, tergantung dari status wajib pajak tersebut, antara yang belum kawin, kawin dan belum punya anak (K-0), kawin dan punya anak 1 (K-1), kawin dan punya anak dua (K-2), dan kawin dan punya anak 3 (K-3) berbeda-beda.

>Langkah kelima adalah menghitung PPh 25 yang harus dibayarkan
Setelah mengetahui PKP selama satu tahun, tinggal mengkalikannya dengan Tarif PPh 25 yang berlaku. Namun jika ingin mengetahui berapa PPh 25 per bulannya, maka tinggal membagi total pajak setahun dengan 12. Dengan mengetahui PPh 25 per bulan, maka bisa menghitung penghasilan bersih setelah pajak dengan mengurangi penghasilan bersih pada bulan berjalan dengan PPh 25 pada bulan berjalan.